Rabu, 11 Desember 2013

Judul : Bayangan anjing
Oleh : Ayu Janatun Fitri

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.
Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.

======

Pemerah Susu dan Embernya

Seorang wanita pemerah susu telah memerah susu dari beberapa ekor sapi dan berjalan pulang kembali dari peternakan, dengan seember susu yang dijunjungnya di atas kepalanya. Saat dia berjalan pulang, dia berpikir dan membayang-bayangkan rencananya kedepan.

"Susu yang saya perah ini sangat baik mutunya," pikirnya menghibur diri, "akan memberikan saya banyak cream untuk dibuat. Saya akan membuat mentega yang banyak dari cream itu dan menjualnya ke pasar, dan dengan uang yang saya miliki nantinya, saya akan membeli banyak telur dan menetaskannya, Sungguh sangat indah kelihatannya apabila telur-telur tersebut telah menetas dan ladangku akan dipenuhi dengan ayam-ayam muda yang sehat. Pada suatu saat, saya akan menjualnya, dan dengan uang tersebut saya akan membeli baju-baju yang cantik untuk di pakai ke pesta. Semua pemuda ganteng akan melihat ke arahku. Mereka akan datang dan mencoba merayuku, tetapi saya akan mencari pemuda yang memiliki usaha yang bagus saja!"

Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat pandai, dia menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari, ember yang berada di kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah diperah mengalir tumpah ke tanah, dengan itu hilanglah semua angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru beserta kebanggaannya.

======

Burung Gagak dan Sebuah Kendi

Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat itu burung-burungpun sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor burung gagak menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi tersebut merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit. Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.

Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Dia lalu mengambil kerikil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendipun berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat di capai oleh sang burung Gagak.

======

Seruling Ajaib

Matahari bersinar dengan teriknya. Dimas, Bagas, Satria, dan Ludvi berjalan pulang sekolah menuju rumah Ludvi. Mereka akan mengerjakan tugas kelompok. Saking panasnya, Bagas mengeluh,
“Mataharinya panas banget. Dimas, jajanin es dong.”
“Iya nih. Traktirin, ya… Please…” Satria memasang muka memelas.
“Ah, teman-teman, bentar lagi juga nyampe rumahku. Ntar begitu nyampe aku bikinin es teh, apa es jeruk, es buah, es sandal, terserah deh!” kata Ludvi sambil mengelap keringatnya.
Nampak sebuah mobil, ternyata mobil Doni.
“Hai kawan-kawan!” sapa Doni membuka jendela mobil. “Cepetin jalannya, ya. Dadahh…” seru Doni.
Dimas hanya sebal. “Huh, makanya ajak kami juga dong!”
Sahabat-sahabatnya hanya ikut bersungut-sungut.

Tibalah mereka di rumah Ludvi. Benar, Dimas, Bagas, dan Satria disuguhi minuman es.
“Eh, mana es sandalnya?” canda Dimas
“Ih… Dimas, kamu mau? Sana ambil sandalnya Ludvi. Sana…” sahut Satria bercanda. Mereka tergelak.

Satu jam kemudian, tugas mereka telah selesai.
“Horee… Selesai. Main yuk!” ajak Ludvi senang.
“Ayo ayo,” balas Bagas mewakili sahabat-sahabatnya.
Mereka bermain petak umpet di lapangan. Tiba-tiba, datanglah pembuat onar. Ada Rifki, Abel, Rizal, dan Izzul.
“Heh, kalian. Ngapain main di lapangan kami?!” seru Rifki.
“Ini kan bukan lapangan kalian sendiri!” balas Bagas tak terima.
“Kalo gitu, masing masing beri Rp 5.000,00 ke kami!” kata Izzul.
“Ya nggak bisa,” sahut Dimas tidak terima juga.
Rifki mendorong Dimas hingga terjatuh dan terluka, lalu meninggalkannya. Teman-teman Dimas mengerubungi Dimas.
“Dimas, kamu nggak kenapa napa, kan? Ayo kuobati,” Bagas khawatir.
“Nggak apa kok. Cuma sikuku berdarah.” Dimas menatap lukanya. Namun ia merasa menduduki sebuah benda silinder.
“Ooh… seruling!”
Sahabat-sahabatnya mengerubungi. Dimas memainkan seruling, seketika lukanya sembuh. Semua kaget dan heran,
“Hah?! Lu… lukanya?” Bagas tergagap.
“Mainkan lagi,” pinta Satria.
Dimas melakukannya. Tumbuhan yang tadinya layu menjadi subur.
“Kita harus merahasiakan ini,” kata Ludvi pelan.
Namun Rifki dkk. telah mendengarnya. Mereka sembunyi di balik pohon besar.
“Kita harus mencurinya,” bisik Rizal.
“HARUS BRO!!” seru Abel.
“Diam Bel! Kedengeran nanti” bisik Izzul agak kesal. Tapi, Satria sudah mendengarnya.
“Ada yang mau mencuri seruling ini. Ayo sembunyikan!”
Mereka berlari ke rumah Ludvi. Rifki mengerjar. Namun malah di culik oleh seorang penculik. Kawan-kawannya berteriak.

“RIFKI!!!”
Ludvi yang masih di teras rumah mendengar. Segera ia mengajak teman-temannya menolong.
“Teman-teman, sepertinya Rifki sedang dalam bahaya. Ayo kita tolong!”
“Buat apa sih, Lud? Dia kan udah jahat sama kita!” bantah Bagas kesal pada Rifki dkk. Namun, akhirnya Bagas masih berbelas kasihan. Mereka tiba di lapangan.

“Ada apa dengan Rifki?” tanya Satria bingung.
“Rifki di culik,” sahut Abel sedih. Tak jauh dari situ, Nampak seorang menaiki mobil, ternyata itu penculik Rifki. “I.. itu penculiknya!” seru Rizal marah.
“KEJAAR…!!!” teriak ketujuh anak itu berlari.
“Dimas, seruling!” sahut Izzul sambil berlari.
“Oh iya!” balas Dimas mengeluarkan seruling ajaib dari sakunya.
Dimas memainkannya. Dan seketika itu, sang penculik terangkat ke atas.
“Huwaa… apa ini? Tolong aku! Cepat!” penculik ketakutan
“Serahkan teman kami! Lalu kami lepaskan.” kata Ludvi geram.
“Ya! Baik baik! Aku janji tak akan menculik anak anak lagi. Sekarang turunkan aku.”
“Janji ya!” tegas Izzul menatap tajam penculik.
Dimas berhenti memainkan serulingnya. Sang penculik kabur. Sebelumnya, ia menyerahkan Rifki. Rifki terlihat sangat lega.
“Te… teman teman, makasih ya, sudah nyelamatin aku. Ng… Dimas, dan kawan-kawan, makasih banyak udah nolong aku. Padahal kami sudah jahat sama kalian. Dan maafin kami,” ujar Rifki tulus. “Mau ga jadi sahabat kita?”
“Tentu saja mau, kawan!” Dimas mewakili teman-temannya sambil merangkul Rifki.

Tiba tiba ada anak berlari menghampiri Dimas dkk.
“Hei, kalian yang di sana!” panggil anak itu.
Lalu ia berkata pada Dimas, “Itu seruling milikku. Tolong kembalikan.” serunya sopan dan ramah.
Dimas dan yang lainnya terkejut. Ternyata itu milik anak itu. Dimas memberikan seruling itu ke anak itu yang tadinya seruling itu Dimas genggam.
Anak itu menatap serulingnya.
“Ini peninggalan dari kakekku. Tadi aku membawanya ke sini, ternyata terjatuh. Makasih, kalian sudah menemukannya.”
Sambil memberi senyum, anak itu memperkenalkan dirinya.
“Hai, namaku Novan!” katanya sambil mengulurkan tangan.
Bergantian mereka berkenalan. “Aku Dimas.” “Aku Rifki.” “Bagas.” “Satria.” “Abel.” “Rizal.” “Izzul.” “Aku Ludvi.”
Abel sambil menyengir, ia berkata
“Mau kan Novan jadi sahabat kita?”
Novan tak menyangka, ia senang sekali. Tak ragu ia mengiyakan.
“Mau dong! Aku kan suka punya teman banyak!”

Siang itu adalah siang yang berkesan. Di rumah Ludvi, mereka merayakan permulaan persahabatan mereka.
“Nih, es jeruk seger nya! Ayo ayo di minum. Kita rayain persahabatan kita!” seru Ludvi.
“Es sandalnya?” canda Bagas menirukan Dimas.
Mereka tergelak bebarengan. Sungguh, tak terlupakan selamanya!

Selasa, 10 Desember 2013

 Judul : Janjimu palsu
Oleh : Ayu Janatun Fitri


 
Janji kebersamaan kita yang tak akan pernah pupus terlekang oleh waktu. Kini kau telah tenang disana sayang, menanti kehadiranku kembali untuk melanjutkan cerita kita dulu. Tuhan punya cara untuk mengindahkan kisah kita dulu. Janji yang pernah kita sematkan saat kebahagian sedang membasuh kita. Janji dariku Oky untukmu Seftya, dan untuk hubungan kita.
Dulu..
Dulu… Aku selalu berbahagia denganmu, menunggumu berjam-jam biasa bagiku, menunggu kehadiranmu kala kakimu menginjak gerbang sekolah selepas sekolah usai tak pernah membuatku jenuh. Tak pernah mulut ini rela untuk menegormu padahal begitu lamanya aku dibawah terik matahari yang usang hanya untuk menunggumu selepas sekolah.

Tak pernah sedikitpun kita bertengkar, berbicara angan kita untuk selalu bersama. Padahal 3 tahun sudah kita bersama, kau tetap selalu menjadi yang pertama. Cita-cita kita dulu saat kita masih mengenakan seragam putih abu adalah “Mendapatkan kebahagiaan yang layak untuk kita”.

Belajar bersama di sebuah Foodcourt selepas sekolah usai sambil bercengkrama, mengistirahatkan otak kita sambil bertukar pikiran ilmu yang kita temuakan di sekolah masing-masing itu hal yang selalu kita lakukan hampir setiap hari. Menyambangi rumahmu yang saat itu semakin jauh karena kepindahanku dari Komplek kita dulu tak menjadi penghalang bagiku untuk selalu menjadi ojek gratis tumpanganmu.

Omelan papah kala aku pulang malam karena habis mengajarimu soal matematika yang sungguh susahnya masuk dalam pikiranmu tak mampu hentikan kebiasaan kita. Apalagi saat celotehan mamahmu kala kita pulang terlambat saat hujan menyerbu dan menghentikan perjalanan kita untuk berteduh karena aku tak pernah ingin kau sakit. Betapa bodohnya aku kala kau sakit karena tetesan air hujan itu.

Meski mamahmu sering bilang “makanya bawa mobil” tak membuatku berhenti untuk belajar setir mobil, meski diam-diam dari papah. Aku memang telah ditinggal oleh sosok bidadari dalam diriku yaitu mamah, makanya aku selalu menghormati ribuan mamah didunia ini dan menganggap mamahmu adalah mamahku. Kau selalu bersedih kala mamahmu memarahimu, tapi aku selalu senang dan semakin sayang pada mamahmu karena bagiku ini perhatian yang diberikannya untukku.

Memang malang sekali nasibku hanya numpang mamah darimu, tapi itulah yang membuatmu senang menceritakan tentangku pada mamahmu. Aku ingat kala itu mamahmu senang mendengar bahwa aku sekolah sambil kerja, itu yang membuatnya menerima dan merestui hubungan kita. Kekokohan mamahmu dulu telah ku lunakan saat berita perjuanganku untuk melanjutkan hidup telah didengarnya.

Celotehan kebahagiaan pun menambah kebahagiaanku kala ku temukan ayahku kembali bersama wanita yang menjadi penggati mamahku katanya, tapi bagiku tak ada yang bisa menggantikan sosok mamah. Aku ingat, dan pasti selalu teringat saat kita sedang bermain di sebuah pantai yang jaraknya sangat jauh dari rumah dan pastinya jauh dari keluarga jauh dari kehangatan rumah yang selalu kau rindukan karena aku sangat paham kau sulit jauh dari rumah. Karena bagimu kehangatan hanya ada dirumah dan ada dalam diriku.

Kita pernah pergi kesana, ke sebuah pantai yang sangat biru, pemandangan yang berarti diselimuti ribuan pasir pantai putih,kita bersenang-senang disana. Meskipun malamnya aku harus menunggumu tertidur dikala semua mata harus terpejam apalagi kalau kau tak bisa tidur karena kangen rumah.

Kau pasti ingat, sore itu kala ujung pantai ingin menarik matahari yang berwarna oren keemasan, kita pernah berjanji, berjanji untuk selalu berbahagia. Janji kita saat itu adalah “Kita tak sehidup semati, karena Tuhan menciptakan kita untuk berbahagia. Jika salah satu diantara kita ada yang pergi, pergi mendahulukan keadaan, salah satu diantara kita tak boleh ada yang meneteskan air mata apalagi sampai meraung-raung untuk menghentikan keadaan.

Yang ditinggalkan haruslah melanjutakan kebahagiaan yang telah ditetapkan tuhan. Dengan mencari pengganti dari yang pergi” Janji itu kita sematkan diantara bergantinya masa diiringi kepergian matahari dari pelupuk mata. Kupikir itu hanya guyonan diantara candaan kita, sebenarnya itu hanya ledekan apakah sanggup dia kutinggalkan karena yang ku tahu dia salalu menolak untuk kutinggalkan. Sungguh itu ledekan dan candaan yang terindah untukku.

Kala itu, sebuah sore yang panjang bagiku betapa susahnya aku mengajarimu rumus-rumus soal matematika untuk nghadapi Ujian Akhir Nasional. Selepas pulang sekolah setelah refreshing sejenak hingga malam menyambangi kau baru mampu menyelesaikan soal UN tahun lalu. Bagaimana dengan tahun sekarang yang katanya akan lebih sulit katamu.

Aku tahu, kau tak pernah ingin menghadapi hari esok, katamu seandainya hari esok bisa diskip pasti kebehagiaanmu akan lengkap. Tapi tetap saja kau tak pernah bisa menghentikan hari esok atas perintah tuhan. Nampaknya kau mampu menyelesaikan hari esok dengan senyummu, dan benar kau tersenyum kala kau menginjakkan kakimu keluar dari gerbang sekolahmu dan katamu “kau membuat soal sulit sekali, tapi tadi soalnya mudah tau..” Dan hanya senyum jawabku, itulah caraku agar kau bisa mengerjakan soal yang sulit padahal soalnya tak sesulit itu.

Aku hanya tak ingin kau tak mampu mengerjakannya kala tak ada lagi aku disampingmu. Selepas UN berakhir, benar aku demam tinggi, mamah tiriku pun kelimpungan merawatku. Apalagi kamu malam-malam nekat menyambangi rumahku ditemani mamahmu karena kau tahu aku demam tinggi. Ku kira itu malam-malam terakhirku, ternyata mobil yang dikendarai papah melintasi jalanan yang senyap menyelamatkanku dan dokterpun membantuku untuk selamat. Saat aku kritis aku tahu, kau galau bukan main mamahmu pun yang terkadang galak dan terkesan membenciku luluh lagi karena melihat keadaanku yang lunglai tak berdaya.

Aku didiagnosa memiliki penyakit kritis, tapi kau menguatkanku. Hampir tiap menit kau buang butiran-butiran air mata hanya untuk menangisiku padahal aku tak apa-apa, hanya saja dalamnya ginjalku menahan ketakutan untuk tak bernyawa lagi dan meninggalkan senyummu. Ku kira saat itu aku yang akan meninggalkanmu, aku berpesan padamu untuk mengingat janji kita di bawah matahari yang terbenam sore itu. Kau menangis sejadi-jadinya kala ucapan itu terluncur dalam dekapku. Tapi Tuhan berbaik hati padaku, mungkin katanya pertemuanku dengan mamah dipending dulu yah karena kasihan melihat wajahmu yang begitu memelas padaku untuk selalu kuat.

Setelah hampir 2 minggu aku menyambangi rumah sakit yang telah bosan mendengar rintihanku, aku bisa pulang ke rumah dengan wajah yang sangat tak wajar. Itu 2 minggu yang sangat berat bagiku dan kamu, karena ga bisa seneng-seneng seperti biasa. Hari-hari berlalu dan kepulihanku pun mendiami tubuhku, meski harus dibantu obat untuk melanjutkan sisa hidupku tapi tak apalah demi kamu, demi senyuman itu. Detik-detik pengumuman UN pun masih sempat aku rasakan, apalagi kamu saat penasaran dengan hasil matematikamu dengan hasil berguru padaku. Memang sempat kau rasakannya tapi hanya sebentar, kau malah pergi bersama supir pribadi papahmu untuk membeli kado untukku, bodohnya kamu saat itu mendustakanku.

Kau tak ingin diantar olehku kala itu, meski biasanya aku memaksa karena khawatir kau kenapa-napa. Dan benar, kau ijin padaku untuk pergi bersama pak Deo, dia supir pribadi papahmu yang sedang istirahat selepas mengantar majikannya pulang kantor. Entah apa yang ada dipikiran Pak Deo untuk mengantarkan anak dari Tuannya ke hadapan tuhan. Dijalan, saat jalannan licin setelah hujan mengguyuri sepanjang jalan, membuat mobil yang dikendarai Pak Deo tergelincir, padahal jaket adidas yang telah kau beli dan sudah kau bungkus rapih dengan hiasan yang kau minta pada pelayan di sebuah distro olahraga telah kau siapkan untukku, tapi ternyata bukan kamu yang memberikannya padaku, tapi mamahmu.

Kau pergi dengan waktu yang panjang dan sangat lama, bahkan kau tak pernah kembali mungkin kau menungguku disana, diujung peraduan saat aku tak pernah bisa berhenti melupakanku. Disaat semua menangis, apalagi mamahmu meronta-ronta berharap waktu kembali dan berhenti, tapi aku tak pernah menangisi kepergianmu hingga kini dan sampai nanti, aku bahagia karena kau kembali padanya. Berarti sudah berhenti tanggung jawabku untuk menjagamu, ku yakin kau bisa menjaga dirimu disana.

Kutitipkan dirimu pada Tuhan karena ku yakin Tuhan akan selalu menjagamu dengan baik dan dengan kasih sayangnya. Sampai kau hembuskan nafas terakhirmu, dan kau pergi meninggalkanku disini aku akan selalu menyayangi dan mencintaimu. Jaket yang kau titipkan adalah jaket pemberian terakhirmu dan akan selalu ku jaga. Kini kau bahagia disisi tuhan, dan aku telah bahagia bersama seorang wanita bernama Jelita, dia adalah kekasihku sekarang, maafkan aku bukan maksud hati ingi mengkhianatimu, tapi karena mamahmu yang memintaku untuk menjaga keponakannya itu dan dia sepupumu.

Berat sebenarnya kala mamahmu memintaku menjaganya, tapi aku tak berdaya karena ku tahu dia tak berkawan dan tak ada yang menjaganya makanya, kini aku beralih untuk menjaganya. Kau tahu, betapa sempurnanya nilai matematikamu saat UN, pasti kau akan bahagia kala kau dengar pengumuman UN kala itu, kau mendapatkan nilai yang hampir sempurna 98, bahkan aku kalah darimu yang hanya bisa mendapatkan nilai 95 saat itu. Dan hasil Ujianmu lah yang terbaik di Sekolahmu, meski tak bertuah tapi nilai itu hanya kau yang memiliki dan tak akan ada yang dapat menggantikannya. ku harap kita akan bersama dikala waktu yang menyatukan kita kembali beradu. Tunggu aku sayang di Surga, aku pasti akan menyambangimu nanti, kala Tuhan memintaku untuk kembali. Bahagialah kau disana dan jangan pernah kau menangis kala rindu menguras habis dirimu dan aku tak bisa menghapus tangis itu lagi.

Senin, 09 Desember 2013

"KISAH CINTAKU"


Hari ini adalah hari anniversay ku dengan pacar ku. Namanya doni, yah dia orang yang slama 4 tahun ini telah mengisi hatiku dgan kegembiraan Doni itu cwok yang baik,pengertian,humoris, pokoknya smua sifat baik ada ddalam dirinya, kalo aku bilang dya adlah tipe cwok idaman
aku adlah Nina, aku kuliah di salah satu universitas negeri di kota ku , sedangkan doni kuliah di yogyakarta, kami bertemu hanya 2 kali dlam seminggu. Menurut ku itu tak apa, soalnya klo ktmu stiap hari pasti ada rasa bosan.
*****
Dikamar ku di pagi yang sejuk.
"sayang happy anniv yah buat hubungan kita yang 4 tahun, smoga kita makin langgeng, dan romantic." ucap doni di telfon , yah dia menelfon ku pagi ini. jarang loh ada cwok yg ngucapin anniv cwok duluan, dlam hati aku beruntung memilikinya .
"hehe iyah sayangg happy anniv jga but hubungan kita yang 4 thun , kamu kapan yang ke jakarta? aku udah kangen, dan aku udah nyiapin kado anniv kita " kataku memberi thu dya, aku memang selalu memberi kado kado kecil untuknya.
"sma sayang aku juga udah nyiapain kado but kamu, tenang yang aku ke jakarta kemungkinan hari ini sayang" disitu aku sangat senang sekali krna dya akan dtang mengunjungiku di jakarta.
"bener yang, yaudah kamu berangkat dri jogya jam berapa? Nanti biar aku jemput yang"
"ini aku mau mandi sayang, klo udh beres aku lngsung berangkat" ucapnya membalas pertanyaan ku.
"yaudah klo gtu yangg, klo udah berangkat+nyampe bandara telfon/bbm yah sayang "
"iyah sayang okeh, udah ya yang mau mandi, iloveyou" ucapnya terburu buru.
"iyah sayang, loveyou too" balasku.
*****
Entah mengapa hati ku tibatiba tidak tenang , ada rasa gelisah yang tbtb menyelimuti ku, ya tuhan semoga tdak terjadi apa apa pda diriku, keluarga ku, dan pda kekasih ku ;(.
*****
PING PING PING
suara bbm ku berbunyi, dan itu bbm dri doni, aku read dn dya bru saja akan terbang. Aku pun mandi dan siapsiap untk pergi ke bandara menjemput dya. Sampai di bandara aku menunggu di salah satu restoran yang ada disitu, dan sembari memesan makanan. Satu jam sudah lewat dan pesawat yang doni tumpangi pun akhirnya mendarat, aku melihat nya dari kejauhan, doni dgan terburu buru membawa kopernya dn berjalan ke arah ku.
"sayanggg apa kabar, ? Gmna enak perjalnan nya ? " ucap ku yang kala itu langsung memeluknya, rasanya aku tdak ingin melepaskan pelukannya, aku ingin slama nya seperti ini, aku tdak peduli dengan tatapan aneh dri orang sekeliling kami, aku mempererat pelukanku berasa aku akan kehilangan dia, tapi pikiran itu aku singkirkan.
"sayangg udah ah malu tuh di liatin orang orang lagian sakit tau tdi di peluk nya kenceng bget sma kamu " dya pun protes, dan aku melepaskan pelukan ku, dn beralih melihat ke wajahnya yang mulai manja dengan ku. Aku tersenyum dlam hati.
"yaudah yuk pulang, kmu apa aku yang bawa mobil yang?" aku bertannya pada nya.
"kamu ajah ya yang, badanku sakit grgr kelamaan duduk di pesawat" ucap nya lanjut.
"yaudah yuk" aku pun membantu nya untk membawa koper nya.
******
Dimobil, di perjalanan pulang aku bercanda canda dengan nya.
"yang nanti dinner bareng yah, aku bakal siapin masakan kesukaan kmu" ucapku smbil menyetir.
"hehe iyah sayangg, tapi enak gak tuh masakannya , gak asin kaya kemaren kemaren kan ?" dya berkata smbil meledek ku.
"ihhh jahattt " aku pun cemberut dan tbtb aku tersadar klo aku udah janji mau telfon mama klo mobilnya aku pake.
"yangg hape ku mana yakk?" aku pun merogoh saku celana ku smbil tetap menyetir.
"kamu tdi taro mana sayang?" timpal doni .
" hhhmmm "
Di malam yang sesunyi ini aku sendri tiada yang menemani. Alunan lagu dri peterpen_kisah cintaku itu mengalun, ternyata hape ku ada di blkang jok.
"biar aku ajah yang ngambil yang, kmu lagi nyetir" ucap doni.
"udah gpp kok aku aja yg ngambil msih bisa kok" aku tersenyum padanya.
Dagusapkan tangan ku pda wajah nya dan menghapus airmata dri wajah yang sudah mulai berkeriput itu.
"ibu jgan nangis lagi yah, aku skr buktinya udah sehat,telah aku dapat hape ku aku langsung menghadap depan, dan tbtb ada mobil di depan kami, tnpa sadar mobil ku langsung tertabrak dan hancur, aku lihat
Saat itu bersma ku kala kecelakaan itu. Ya, doni mana doni, knapa dya tdak ada disini. Aku menengok ke kiri dan ke kanan , dan aku pun menatap ibuku.
"bu, doni mana bu ? Doni gak papa kan bu ? Nina pngen ketemu doni bu, nina pengen ktmu doni bu" aku pun bangun , namun tubuhku di tahan oleh ibuku.
"tenang nak tenang, sebenarnya doni sudah sudah " ibuku berhenti dan aku lihat wajahnya menahan tangis.
"doni knapa bu? Jawab" aku semakin lantang bertnya padanya .
"doni sudah meninggal sat dbwa k'rmh sakit nin" ibu ku pun tak dpat menahan air matanya, dn seketika itu juga butiran butiran air mata pun jatuh di wajah pucat ku ini.
"meninggal bu? Doni meninggal? Ibu bhong kan ? Gak mungkin bu, pokoknya nina mau liatt doni sekaranggg buu !!!!" aku langsung bangkit dri tempat tidur ku, dan berjalan terseok seok menahan sakit yg masih aku rasakan.
"nak sudah nak sudahh, relakan lah dia nak, ibu mhon kmu jgan seperti ini" ibu ku mengejarku dan langsung memeluk ku dari belakang menahan aku untk tdak keluar kamar rawat.
"gk bu aku mau ketemu doni, aku mau ketemu doni, hiks hiks hiks" aku meronta dan menangis sejadi jadinya, aku terjatuh di pelukan ibuku dan seketika itu jga bdan ku mulai lemas dn pingsan.
******
Aku melihat doni duduk sendri di suatu taman yang entah aku tau tbtb aku ada dsitu. Aku mengampiri doni dan duduk disampingnya,dya menatap ku dgan lembut dan Tbtb dya mencium bibirku dgan lembut,memegang tanganku dgan halus.Tapi gak tau knapa aku merasa dya semakin jauh,jauh, jauh, aku mengejarnya nmun takbisa smpai doni menghilang pun aku hanya bisa berteriak memanggil namanya .
*****
"donii donii donii donii DONI!!!"
"nak bngun nak bangun sayangg, knp kamu?" ibu ku menggoyangkan badanku dgan pelan agar aku terbangun.
"hosh hosh hosh ibu?" trnyata itu hanya mimpi, donii
"kamu gpp nin? "
"aku gpp kok bu" aku tersnyum pada ibuku
****
2 bulan sudah aku telah kehilangan orang yg aku sayang yaitu doni, 1 bulan yg lalu aku mencoba untk bunuh diri di jembatan yg bias menangis rasanya aku ingin berteriak
"hey lepas kan lah beban mu" ucapnya dgan masih menatap lurus sungai dri kejauahan. "mksud mu?" aku bingung
"ya lepaskan, berteriak lah sekencang kencangnya, biasanya itu akn mengurangi frustasi seseorang" dya tbtb tersenyum pda ku, senyuman itu snyuman itu, aku merasakan doni ada di dalam dirinya, siapa lelaki ini, aku bertnya ddlam hati. Tnpa pikir panjang aku pun berteriak sekencang kencangnya.
"AAAARRRRRGGGGGHHHHKKK" aku merasa lega mskipun msih ada yg mengganjal di dalam hatiku.Aku harus merelakan doni, ya aku harus merelakannya .
"gimana ? Enakan skr?Siapa nama mu?" dya tersnyum dn mengulurkan tngannya .
"Nina" aku hnya menjwabnya dgan singkat.
"aku Angga, nama mu bagus, sma seperti yg punya " dya tersnyum kembali, entah mengapa senyum itu mirip skali dgan doni, apa tuhan telah mengirimkan lelaki untk membuat ku tdak bersedih lagi? Atw untk menggantikan doni ? Entahlah, yg terpenting aku percya bhwa tuhan telah merencanakan yang terbaik but ku ****
Yap , lelaki itu adalah Angga, kalian taw dya spa ku skrang? Skrang dia telah resmi menjadi suami ku, setelah selama 3 bulan mencoba melamarku dn pada akhirnya pun aku luluh di buatnya , aku menerima lamarannya dn menikah dgannya, aku berkata dlam hati, tuhan terima kasih tuhan kau telah mengirimkan jodoh sebenarnya untuk ku, semoga dya terbaik buat aku. Itulah kisah cintaku yang terisi kan oleh rasa sedih dan gembira, aku belajar arti mencintai, aku belajar arti ditinggal kan, dan aku akan slalu mencintai Angga yg telah menjadi imam dalam hidupku saat ini.


=*TAMAT*=


Twitter :https://twitter.com/aayuujf
Facebook : https://www.facebook.com/ayujanatun.spesmusix


"Senyum Terakhir"

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.

Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat
yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku

Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.

“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.

Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tah u namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.

Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.

Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.

Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***

Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.

Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.

Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.

Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang tugas sekolah.

“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***

“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.

Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.
***

Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.

Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.

Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.

Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.

Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.
***

Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.

Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki pirasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.

Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.

Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu?”.

Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya.

=*TAMAT*=



Twitter :https://twitter.com/aayuujf
Facebook : https://www.facebook.com/ayujanatun.spesmusix

Jumat, 06 Desember 2013

                                                             =*Villa kosong*=
                                                          Cerpen by: @aaayujf


Pada suatu hari Dewi, Riska, Okta,Sulton, dan Anton pagi mau berangkat kuliah .. Menurut akhu sich Dewi itu : Orgnya nyebelin, usil, nakal, jail, Pintar TapakSuci, Pandai.. Kl yg Riska :: Dia itu pesek, nyebelin, nyeselin, bisa di ajak bergurau, orgnya asik di ajak curhat.. Kl Okta sich :: Baik, lumayan sombong, punya indra ke 6/ bisa melihat barang halus.. Kl Sulton :: Baik, pandai tapak suci, tpi anaknya jail juga sich bisa di bilang gtu.. Kl Anton sich :: Nakal, Engga bisa di ajak bergurau, tpi asik di ajak curhat, Anaknya baik, ramah...

Dewi :: Gima kl kita liburan yok
Riska, Okta :: Ayo, setuju bgt, Tpi dmn nich guys
Sulton :: Pantai aja gmn
Anton :: Tpi naik apa coba guys
Riska :: Naik mobil gue aja, mumpung mobilnya nganggur
Dewi, Riska :: (NGOMONG BARENG) SE7 ...
Dewi :: Tpi enaknya kapan ini..?
Sulton :: Secepatnya, kl engga sabtu malam minggu sekalian malming gitu..
Anton :: Sip bangetch

Se-esok hari sabtu tlh tiba.. Mereka pun menyiapkan diri utk liburan ke pantai .. Mereka pun sdh siap,

S
K
I
P

Dewi :: Akhirnya udh sampai di pantai, nyewa Villa yuk

Riska melihat Villa sangat sepi dan kosong

Riska :: Itu, itu ada villa kosong, sementara kita nginap di sana dulu..
Okta :: Jgn... !!!
Sulton :: Knp Okta, kq jangan.. emg ada apa dgn villa itu..!!
Anton :: Iya okta, ada apa kq jangan..
Okta :: Terserah kalian mau tinggal nginap dmn..?
Dewi :: Ydh, jgn byk acara mending kita sementara nginap di sana..

Mereka pun berjalan ke arah villa kosong tersebut

S
K
I
P

Waktu minggu pagi telah tiba.. Anton dan sulton dan okta berbelanja di toko terdekat, sedangkan dewi dan riska ada di villa tersebut dengan wajah pucat ..

Dewi :: Ayo ris, pergi dri kamar bosen di sini terus..
Riska :: Ayoo

Dewi dan riska pun keluar dri kamar tersebut.. Dewi dan Riska mendengar ada suara biola yg merdu sekali... Merek ber2 puun datang ke sana utk melihat siapa yg mainan biola itu..

Dewi :: Loh ris, kq kosong kan tdi ada yg mainkan biola di tempat dan arah yg kita dengar
Riska :: Iya wi, ihh kosong lgi, serem bgt..!!! Balik yuk
Dewi , Riska : 1,2,3 Larii...!!

Dewi dan riska keluar di ruang itu tersebut dan dewi ketabrak anton tanpa sengaja sampai anton terjatuh..

Sulton : Ada apa dgn kalian
Dewi, Riska : Gpp *DenganWajahPucatDanKaget
Okta : Cerita dong sama kita..
Dewi : Gini ceritanya.... Tdi waktu kita keluar kamar kita dengar suara biola yg merdu trz kita samperin tuh suara dtg dri mana.. waktu kita udh di sana engga ada org siapa2 kita balik, pintu itu tersebut tutup2 sendiri...
Okta : Ohh gitu ceritanya.. Udh aku bilangin jgn nginap disini...
Sulton : Udh lah abaikan saja, mending kita sarapan pagy dulu..

Mereka pun memasak untuk sarapan pagy.na .. Sekalian menghibur rasa takut dewi dan riska tersebut...

SEKIAN DRI CERPEN SAYA, SAYA UCAPKAN ASSALAMUALAIKUM WR.WB ... BUAT YG NON MUSLIM SELAMAT JUMPA,, SAMPAI LAIN WAKTU YA



Jangan lupa follow twitterku ..:: https://twitter.com/aaayujf
Jangan lupa add facebook saya...:: https://www.facebook.com/ayujanatun.spesmusix